Sejarah Candi Sukuh berusia 208 tahun yang ditemukan di lereng Gunung Lawu

Keberagaman budaya Indonesia berhasil menarik pengunjung baik domestik maupun mancanegara, menurut Curcol.id di Jakarta. Salah satunya banyaknya candi, seperti Candi Sukuh di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Menurut informasi yang diambil dari website Badan Otorita Borobudur, Johnson, seorang warga Surakarta, melakukan penemuan awal Candi Sukuh pada tahun 1815. Johnson hanya mencari informasi untuk digunakan pada buku Thomas Stamford Raffles “The History of Java” ketika ia menemukannya.

Van Der Vlies, seorang arkeolog Belanda, meneliti restorasi pertama, yang dimulai pada tahun 1928, setelah Inggris meninggalkan kekuasaannya. Melihat rincian tersebut, jelas bahwa Candi Sukuh sudah ada sejak lama dan masih terpelihara dengan baik.

Baca Juga Artikel : Joao Felix Dan Joao Cancelo

Kompleks candi Hindu di Karanganyar antara lain adalah Candi Sukuh. Wisatawan yang ingin berwisata ke tempat ini bisa dengan mudah menemukannya.

Candi ini terletak di lereng kaki Gunung Lawu yang tingginya kurang lebih 1.186 meter. Kawasan Candi Sukuh sangat sejuk karena tingginya lokasi ini sehingga sangat digemari wisatawan.

Pengunjung harus menempuh jarak 20 km dari Kota Karanganyar dan 36 km dari Surakarta untuk mencapai tujuan. Pengunjung terpesona oleh kesederhanaan dan keindahan candi ini.

Bentuk bangunannya yang hampir identik dengan budaya Maya di Meksiko atau peninggalan budaya Inca di Peru memberikan kesan sederhana pada candi ini. Peneliti dari Belanda mulai tertarik dengan keberadaan bangunan tersebut pada tahun 1930.

Tiga pembenaran diberikan oleh peneliti untuk struktur bangunan yang sedikit aneh. Mereka berpendapat, antara lain, pembangunan candi dilakukan secara terburu-buru dan akibatnya bangunan menjadi berantakan. Candi Prambanan dan Borobudur yang menawan ini mirip penampakannya dengan candi ini, namun berbeda bentuknya.

Struktur Candi Sukuh

Menurut informasi yang diambil dari website Direktorat Jenderal Kebudayaan, Candi Sukuh terletak di atas tanah seluas 11.000 meter persegi. Struktur candi terdiri dari tiga halaman bertingkat yang dihubungkan oleh lorong berundak.

Halaman pertama atau terakhir adalah yang paling penting. Terapkan protokol percandian dan masuk melalui gerbang barat (ada terobosan selatan).

Gerbang batu andesit ini unik, megah, dan berbentuk paduraksa. Sebuah panel dengan relief tak terduga berupa perpaduan alat kelamin pria dan wanita berukuran kira-kira alami dengan ukiran artistik terletak di lantai kecil.

Baca Juga Artikel : Babak Awal Bhayangkara FC Vs Arema FC : Ginanjar Cetak Gol

kawasan dwarapala untuk mempercantik kawasan sebelah kanan gapura.

Beberapa potong batu dengan relief yang menggambarkan arak-arakan orang menunggangi kuda dan diiringi penjaga yang mengacungkan senjata dan payung terdapat di halaman pertama bagian selatan. Pada bebatuan lainnya juga terdapat relief orang yang menunggangi babi, banteng, dan gajah.

Relief Candi Sukuh

Melalui gapura tak beratap dengan tangga curam dan kawasan dwarapala kaku bergaya bangunan megalitik, lorong naik ke pelataran tengah dari pelataran pertama. Reruntuhan bangunan batu dapat ditemukan di sudut tenggara pelataran ini.

Relief yang menggambarkan alat pandai besi sedang beraksi dapat ditemukan di dinding yang tersisa. Terdapat sejumlah bangunan besar dan kecil, ruang terbuka, prasasti, dan relief pada halaman ketiga dan paling atas, serta struktur utama menyerupai limas atau limas yang bagian atasnya terpotong.

Sebuah alas membentuk bagian atas. Lingga batu besar dengan empat tepi membulat yang diukir dalam bentuk alami pernah berdiri di lokasi paling suci ini. Ada sekelompok tiga ekor penyu berukuran besar di depan candi induk, menghadap ke barat.

Deretan relief binatang yang menggambarkan adegan cerita Sudamala berjejer di sisi utara halaman. Sebagai hukuman karena mengkhianatinya, Dewi Uma, permaisuri Bhatara Guru, dikutuk menjadi iblis Bhatari Durga dan menguasai semua jenis hantu dalam Pengakuan Iman Gandarnamayu.

Sadewa (adik bungsu Pandawa) disucikan (terbebas dari belenggu kutukan), sehingga dia bisa muncul kembali sebagai bidadari cantik Bhatari Uma. Nimfa Citrasena dan Citranggada, selain Dewi Uma, dikutuk oleh para Pandawa, khususnya Bima, untuk berubah menjadi raksasa Kalantaka dan Kalanjaya.

Kisah Prasthanikaparwa, di mana para Pandawa melakukan perjalanan ke titik tertinggi di Himalaya dalam perjalanan kembali ke akhirat, dan Garudeya, di mana Garuda membebaskan ibunya dari hukuman perbudakan, menjadi tambahan penghiburan. Masyarakat setempat meyakini Kyai Sukuh bertempat di sebuah bangunan yang terletak di depan candi induk.

Gaya percandian


Panel berbentuk tapal kuda (pelangi) pada struktur mirip tugu pada rak depan pintu utama candi di sebelah utara menampilkan relief arca Bima dan Dewa Ruci. Ukiran relief Garudaya dapat ditemukan pada tugu lainnya. Relief dewa memegang trisula dalam bingkai melingkar bertangkai dapat dilihat di selatan. Sosok laki-laki memegang lingga dan elang digambarkan di beberapa patung.

Candi Sukuh sangat berbeda dengan candi-candi lain pada abad ke-8 hingga ke-10, meskipun terletak di Jawa Tengah. Prambanan, Sewu, dan Plaosan hanyalah beberapa

Baca Juga Artikel : 7 Karakteristik Orang Ketagihan Main Judi Slot Online

contohnya. Cara halaman-halamannya disusun, ruang-ruangnya dibagi, gaya pahatan yang digunakan, dan bahkan konsepsi keseluruhannya pun berbeda.

Di Candi Sukuh, kita tidak menemukan kawasan Trimurti atau Bhuda Dewa, melainkan lambang lingga (lingga), kawasan Bima (sekarang di Solo), garuda, kawasan laki-laki telanjang bergaya megalitik, dan bahkan bentuk pertemuan alat kelamin laki-laki dan perempuan menjadi tanda kebangkitan tradisi pemujaan falus.

Salah satu candi dan bentuk percandiannya yang menyerupai punden berundak-undak, diperkirakan dulunya merupakan tempat tinggal nenek moyang masyarakat Desa Sukuh dan masyarakat sekitar lainnya. Desain candi ini mengacu pada tempat suci leluhur yang digunakan pada masa sebelum pengaruh Hindu. Dongeng Sudamala, Garudeya, dan Bima Suci Sthanikaparwa semuanya mempunyai gagasan tentang ruwatan, atau kebebasan dari berbagai kekangan duniawi.

Candi Sukuh, seperti candi-candi lain di lereng Gunung Lawu, memuat beberapa angka tahun dan candra yang bertanggal pertengahan abad ke-15. Dibandingkan dengan candi-candi sederhana di Jawa Tengah, candi ini lebih mirip dengan candi-candi yang ada di Jawa Timur dan Bali dalam konsep dan bentuk.

Daftar kata yang dihilangkan dengan koma harus ditambahkan

Sejarah Candi Sukuh berusia 208 tahun yang ditemukan di lereng Gunung Lawu.

Curcol.id , Jakarta – Kehadiran deretan candi di berbagai daerah, seperti Candi Sukuh di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, sukses menarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

Berdasarkan laporan Week (3/9/2023) dari laman resmi Badan Otorita Borobudur, Johnson, warga Surakarta, melakukan penemuan awal Candi Sukuh pada tahun 1815. Johnson hanya belajar untuk mengumpulkan informasi atas penyakit Thomas Stamford Raffles. -novel yang ditakdirkan, “Sejarah Jawa”, yang ingin ia tulis.

Candi Sukuh telah ada sejak lama dan masih dalam kondisi baik, terbukti dari penelitian arkeolog Belanda Van Der vlies mengenai pemugaran awal yang dimulai pada tahun 1928 setelah kekuasaan Inggris.

Candi Hindu di Karanganyar memasukkan Candi Sukuh dalam daftar lokasinya. Wisatawan yang ingin berkunjung ke lokasi ini dapat dengan mudah menemukan lokasi ini.

Pura ini terletak di lereng Gunung Lawu yang adalah gunung yang tingginya kira-kira 1 koma 5 meter (186 meter). Karena letaknya yang tinggi, kawasan Candi Sukuh sangat menarik dan banyak diminati wisatawan.

Dari Kota Karanganyar masing-masing dan 36 kilometer dari Surakarta, wisatawan harus menempuh perjalanan untuk bisa berkunjung. Pengunjung terkesan dengan kesederhanaan dan keindahan candi ini.

Bentuk bangunan yang hampir identik dengan budaya Maya di Meksiko atau artefak budaya Inca di Peru menunjukkan kesederhanaan candi ini. Peneliti dari Belanda tertarik dengan keberadaan bangunan tersebut pada tahun 1930.

Para peneliti menyetujui tiga penjelasan struktural yang sedikit aneh dan tumpang tindih. Salah satu pembelaannya adalah mereka percaya bahwa pembangunan candi dilakukan dengan tergesa-gesa dan struktur yang dihasilkan buruk. Candi Prambanan dan Borobudur terlihat memukau, namun candi ini berbeda dari segi bentuknya.

Bangunan Candi Sukuh

Menurut laman Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, struktur Candi Sukuh terletak di atas tanah seluas 11 hektar. Sebuah lorong berundak menghubungkan tiga taman bertingkat yang membentuk struktur candi seluas 1.000 meter persegi.

Taman atas atau belakang adalah yang paling penting. Sesuai petunjuk percandian, masuk melalui gerbang di sisi barat (ada jalan terobosan dari selatan).

Gerbang batu andesit ini luar biasa, megah, dan berbentuk seperti paduraksa.. Pada lantai kecilnya terdapat panel dengan relief tak terduga berbentuk pertemuan alat kelamin pria dan wanita, berukuran kira-kira alami dan memiliki kesan artistik. ukiran.

Zona dwarapala yang seharusnya menghiasi kedua sisi gapura tidak ada, namun terdapat ukiran relief berbentuk raksasa, ular, burung, dan makhluk lain yang dimaksudkan sebagai terompet bulan (topeng angka tahun) di keempat sisinya. gerbang.

Prosesi penunggang kuda tergambar pada relief di sejumlah batu di bagian selatan taman aslinya, dan terdapat juga gambar penunggang gajah, lembu, dan babi di batu lainnya.

Baca Juga Artikel : asal usul danau toba

Relief Candi Sukuh

Melalui gerbang tanpa atap dengan tangga kecil menuju ke taman pusat dari taman pertama, dapat diakses melalui zona dengan struktur kaku bergaya dwarapala megalitik. Reruntuhan bangunan batu dapat ditemukan di sudut tenggara taman.

Relief yang menggambarkan seorang pandai besi sedang bekerja dapat ditemukan di ruang terakhir. Pada bangunan utama terdapat beberapa bangunan besar dan kecil, ruang terbuka, prasasti, dan relief yang bentuknya seperti limas atau limas dengan bagian atasnya terpotong pada taman ketiga dan tertinggi.

Bagian atasnya berbentuk seperti tumpuan. Zona tiga penyu raksasa dapat dilihat di depan candi induk di sebelah barat. Di lokasi yang sangat sakral ini, sebuah lingga batu berdimensi besar yang diukir dalam bentuk benda alami dan memiliki empat bola di bagian atasnya. berakhir setelah berdiri di sana.

Deretan relief binatang yang diselingi adegan cerita Sudamala dapat ditemukan di taman sebelah utara. Dewi Uma, permaisuri Bhatara Guru yang mengkhianatinya, dikutuk untuk tumbuh menjadi sangat besar dan sekarang menguasai semua hantu di Gandarnamayu Cretra.

Sadewa (kerabat Pandawa termuda) lah yang menyucikan (melepaskannya dari belenggu kutukan), sehingga memungkinkannya muncul kembali sebagai bidadari menawan Bhatari Uma. Para Pandawa khususnya Bima mengutuk bidadari Citrasena dan Citranggada agar berubah menjadi raksasa Kalantaka dan Kalanjaya selain Dewi Uma.

Ada juga cerita penghiburan lainnya, seperti Garudeya, di mana Garuda membebaskan ibunya dari hukuman perbudakan, dan Prasthanikaparwa, di mana para Pandawa melakukan perjalanan ke puncak Himalaya dalam ekspedisi kembali ke akhirat. Selain itu, terdapat bangunan di depan candi induk yang diyakini penduduk setempat dekat dengan kediaman Kyai Sukuh.

Bentuk Prasasti

Panel berbentuk tapal kuda (pelangi) dengan relief tokoh Bima dan Dewa Ruci terdapat pada struktur mirip tugu di rak depan pintu utama candi di sebelah utara. Monumen lainnya menampilkan ukiran relief Garudadeya. Gambar dewa memegang trisula dalam bingkai melingkar bertangkai dapat dilihat di sisi selatan bangunan. Seekor elang dan seorang pria memegang lingganya adalah dua contoh patung.

Candi Sukuh sangat berbeda dengan candi-candi lain pada abad ke-8 hingga ke-10, seperti Prambanan, Sewu, dan Plaosan, meski terletak di Jawa Tengah. Lapisan taman, area, gaya pahatan, dan konsepsi semuanya sangat berbeda.

Lingga (phallus), Zona Bima (sekarang di Solo), Garuda, Zona Laki-Laki Telanjang Gaya Megalitikum, serta Pertemuan Alat Kelamin Laki-Laki dan Perempuan, itulah yang kita temukan di Candi Sukuh, bukan di Trimurti atau Zona Dewa Bhuda. Temuan ini menunjukkan tanda-tanda kebangkitan kembali tradisi pemujaan falisisme.

Salah satu candi dan bentuk percandiannya yang menyerupai punden berundak diperkirakan dulunya merupakan rumah penduduk Desa Sukuh dan permukiman lain di sekitarnya. Desain candi ini mengacu pada tempat suci leluhur yang digunakan pada masa sebelum pengaruh Hindu. Kisah Sudamala, Garudeya, dan Bima Suci Sthanikaparwa semuanya mengangkat tema ritual atau pembebasan dari berbagai kekangan duniawi.

Seperti candi-candi lain di lereng Gunung Lawu, Candi Sukuh mempunyai beberapa angka tahun dan bulan yang menunjuk pada pertengahan abad ke-15, yang bertepatan dengan masa Majapahit akhir. Konsepsi dan bentuknya lebih mirip dengan candi-candi di Jawa Timur dan Bali dibandingkan dengan candi-candi sederhana di Jawa Tengah.

Sejarah Candi Sukuh yang ditemukan 208 tahun lalu di lereng Gunung Lawu

Curcol.id, Jakarta- Keberagaman budaya Indonesia sukses memikat wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri. Salah satunya banyaknya candi, seperti Candi Sukuh di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Johnson, warga Surakarta, pertama kali mengetahui penemuan Candi Sukuh pada tahun 1815, demikian laman resmi Badan Otorita Borobudur, Pekan (3/9/2023). Kreasi Johnson hanya berfungsi untuk mengajarinya cara mengumpulkan informasi untuk novel gagal Thomas Stamford Raffles, “The History of Java”.

Van Der Vlies, seorang arkeolog Belanda, meneliti upaya restorasi awal yang dimulai pada tahun 1928 setelah Inggris mengambil alih. Fakta ini menunjukkan bahwa Candi Sukuh sudah ada sejak lama dan masih dipertahankan.

Kawasan candi Hindu Karanganyar meliputi Candi Sukuh. Wisatawan yang ingin berkunjung ke lokasi ini bisa menemukan lokasi ini dengan mudah.

Pura ini terletak di lereng kaki Gunung Lawu, pada ketinggian sekitar 1.186 meter. Karena letaknya yang tinggi membuat kawasan Candi Sukuh sangat sejuk sehingga banyak dicari wisatawan.

Pengunjung harus menempuh jarak 20 km (kilometer) dari Kota Karanganyar dan 36 km dari Surakarta untuk bisa berkunjung. Pengunjung menganggap kuil ini sederhana dan mengesankan.

Bentuk bangunannya yang hampir identik dengan artefak budaya Maya di Meksiko atau artefak Inca di Peru menunjukkan kesederhanaan candi ini. Pada tahun 1930, peneliti dari Belanda tertarik pada bangunan tersebut karena keberadaannya.

Struktur bangunan agak aneh, menurut peneliti, karena tiga alasan. Salah satu alasannya adalah karena mereka meyakini candi tersebut dibangun secara tergesa-gesa sehingga membuat bangunannya menjadi tidak menarik. Candi Prambanan dan Borobudur yang menakjubkan tidak terlihat seperti candi ini dari segi tampilannya.

Bangunan Candi Suku

Menurut Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bangunan Candi Sukuh terletak di atas tanah seluas 11.000 meter persegi. Tiga taman bertingkat membentuk struktur candi, dan koridor bertingkat menghubungkan semuanya.

Taman di bagian atas atau belakang adalah yang paling signifikan. Sesuai syarat percandian, masuk melalui pintu gerbang di sisi barat (ada jalan terobosan dari selatan).

Dengan bentuk paduraksa yang megah, gerbang batu andesit ini memiliki keunikan. Sebuah panel dengan relief tak terduga berbentuk pertemuan alat kelamin pria dan wanita dengan ukiran artistik terletak di lantai kecil.

Berbagai relief yang dimaksudkan sebagai candra-sangkala (topeng angka tahun) diukir pada keempat sisi gapura dalam bentuk raksasa, ular, burung, dan makhluk lainnya. Zona Dwarapala yang seharusnya menghiasi kiri dan kanan gapura, kini sudah tidak ada lagi. Beberapa potongan batu dengan relief yang menggambarkan prosesi orang menunggang kuda dan diiringi payung serta pengawal bersenjata dapat ditemukan di bagian selatan taman aslinya. Pada bebatuan lainnya terdapat relief individu yang menunggangi sapi, babi, dan gajah.

Relief Candi Sukuh


Melalui gerbang tak beratap dengan tangga sempit yang dijaga oleh zona dwarapala kaku bergaya megalit, jalan menanjak menuju taman pusat dari taman pertama. Terdapat sisa-sisa bangunan batu di kawasan tenggara taman.

Relief yang menggambarkan seorang pandai besi sedang bekerja dapat ditemukan di ruang terakhir. Taman ketiga dan paling atas berisi sejumlah bangunan besar dan kecil, ruang terbuka, prasasti, dan relief pada struktur utama yang menyerupai limas atau limas dengan bagian atasnya terpotong.

Ia memiliki atasan seperti alas. Lingga batu berdimensi sangat besar dengan empat bola di ujungnya yang diukir dalam bentuk alami pernah berdiri di lokasi yang sangat sakral ini. Terdapat zona dengan tiga penyu berukuran besar di depan candi induk, menghadap ke barat.

Deretan relief binatang yang dilanjutkan dengan adegan cerita Sudamala dapat ditemukan di taman sebelah utara. Dewi Uma, permaisuri Bhatara Guru dan pengkhianatnya, dikutuk untuk berubah menjadi iblis Bhatari Durga, penguasa semua hantu di Gandarnamayu Cretra.

Sadewa, kerabat bungsu keluarga Pandawa, adalah orang yang menyucikannya dan melepaskannya dari kutukan, sehingga dia muncul kembali sebagai bidadari menawan Bhatari Uma. Para Pandawa khususnya Bima mengutuk bidadari Citrasena dan Citranggada menjadi raksasa Kalantaka dan Kalanjaya selain Dewi Uma.

Kisah-kisah penghiburan lainnya antara lain Garudeya, di mana Garuda membebaskan ibunya dari hukuman perbudakan, Prasthanikaparwa, di mana para Pandawa melakukan ekspedisi ke puncak Himalaya untuk mencari akhirat, dan lain-lain. Di depan candi induk terdapat sebuah bangunan yang menurut penduduk setempat dekat dengan kediaman Kyai Sukuh.

Baca Juga Artikel : Apa Itu Judi Slot?

Bentuk Prasasti

Panel berbentuk tapal kuda dengan relief tokoh Bima dan Dewa Ruci terletak pada struktur menyerupai tugu di rak depan pintu utama candi di sebelah utara. Relief Garudaya dapat ditemukan pada tugu lainnya. Relief dewa memegang trisula dalam bingkai melingkar bertangkai dapat ditemukan di sisi selatan. Beberapa patungnya menggambarkan seekor elang dan sosok laki-laki yang sedang memegang lingga.

Candi Sukuh sangat berbeda dengan candi-candi lain pada abad ke-8 hingga ke-10, meskipun juga ada di Jawa Tengah, antara lain Prambanan, Sewu, dan Plaosan. Selain itu, konsep keseluruhannya sangat berbeda, begitu pula lapisan taman, area, gaya patung, dan banyak lagi.

Lingga (phallus), Zona Bima (sekarang di Solo), Garuda, Zona Laki-Laki Telanjang Gaya Megalitikum, serta Pertemuan Alat Kelamin Pria dan Wanita, itulah yang kita temukan di Candi Sukuh, bukan di Trimurti atau Zona Dewa Bhuda. Ini menunjukkan tanda-tanda kebangkitan tradisi pemujaan falisisme.

Salah satu candi dan bentuk percandiannya yang menyerupai punden berundak diduga dulunya merupakan rumah para pendiri Desa Sukuh. Desain candi ini mengacu pada tempat pemujaan leluhur sebelum pengaruh Hindu. Tema ritual atau pembebasan dari berbagai kekangan duniawi muncul dalam dongeng Sudamala, Garudeya, dan Bima Suci Sthanikaparwa.

Candi Sukuh, seperti candi-candi lain di lereng Gunung Lawu, mempunyai nomor tahun dan candra yang berasal dari pertengahan abad ke-15, bertepatan dengan masa Majapahit akhir. Desain dan strukturnya lebih mirip dengan candi di Jawa Timur dan Bali dibandingkan candi sederhana di Jawa Tengah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *